BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada
banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu
tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara
Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan
evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang
berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan
spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting
karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani
dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan
pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut. Jalan rohani itu
merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap
jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh
jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan
semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya
tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak
terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang
lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut
telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta
pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.
Dengan
demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua
berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi
kebanyakan orang tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita
perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan
yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan
yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang.
Dalam
masyarakat pada umumnya, keawaman orang dikalangan masyarakat sangatlah
mengakar yang menyebabkan banyak persepsi – persepsi negative tentang yoga,
maka dari itu penulis akan mencoba untuk menelaah dan menguraikan yoga dan
mengambil nilai-nilai dalam ajaran yoga tentang panca yama dan nyama brata
menurut sudut pandang aksiologi.
1.3 Rmusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan
sejarah Yoga?
2. Bagaimanakah konsep Panca
Yama Brata dan Niyama dalam Yoga?
3. Bagaimana aplikasi
Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari?
4. Bagaimana Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga
Perspektif Aksiologi?
1.4 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui tentang pengertian da sejarah Yoga
2.
Untuk mengetahui konsep Panca Yama Brata dan Niyama dalam Yoga
3.
Untuk mengetahui aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan
sehari-hari
4. Untuk mengetahui Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga
Perspektif Aksiologi
1.4 Manfaat
Dari penulisan Makalah ini penulis berharap segenap mahasiswa yang
membaca makalah ini mampu untuk mendalami ajaran yoga dari konsep panca yama
dan niyama brata sebagai pondasi dalam melakukan yoga, serta makalah ini dibuat
sebagai pemenuhan tugas Aksiologi pada semester VI.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Sejarah Yoga
Yoga
secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan
atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan
definisi tentang yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak pikiran. Ada dua
hal yang penting sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus
menerus sekaligus tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Secara spiritual Yoga
merupakan suatu proses di mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung
disadari oleh seorang yogi, Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang
telah mencapai persatuan dengan Hyang Agung. (anonym, sejarah yoga: dalam http://Sejarah Yoga.com. 2014)
Jiwa
manusia dibawa kepada kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber realitas
(Hyang Widhi). Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga
adalah ketenangan hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkah laku, Segala
sesuatu yang terbaik dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah
Yoga juga, Yoga mencakup seluruh aplikasi yang inklusif dan universal yang
mengantar kepada pengembangan / pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa. Yoga
pada dasarnya adalah sebuah cara atau jalan hidup. Bukan sesuatu yang keluar
dari kehidupan, bukan pula menjauhkan diri dari aktifitas, melainkan merupakan
performa yang efisien dengan semangat hidup yang benar. Yoga bukan pula
melarikan diri dari rumah dan kebiasaan hidup manusia, melainkan merupakan
suatu proses pembentukan sikap untuk hidup di rumah (keluarga) maupun hidup
bermasyarakat dengan suatu pengertian baru, Yoga bukan memalingkan dari
kehidupan, Dia merupakan spiritual dari hidup.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan
pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur
segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa
mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik.
Sejak
lebih dari 5000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif
pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga
diprakarsai oleh Maharsi Patanji, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak
kalangan umat Hindu. Cittavrttinirodha adalah kata yang dianggap
dapat mengartikan yoga yang sesungguhnya. Artinya sendiri adalah penghentian
gerak pikiran. Ajaran yoga ini ditulis Maharsi lewat sastra yoga sutra, yang
terbagi menjadi empat dan memuat 194 sutra. Bagian-bagian pada sastra, yaitu Samadhipada
(bagian pertama), Sadhapada (bagian kedua), Vidhutipada (bagian ketiga), dan
Kailvalyapada (bagian keempat). (Showthread. 2014: dalam http://Yoga.com/showthread)
Ajaran Yoga ternyata juga
termuat dalam sastra Hindu. Beberapa sastra Hindu tersebut adalah Upanisad,
Bhagavad Gita, Yogasutra, dan Hatta Yoga. Kemudian, ajaran yoga mengalami
pengklasifikasian, yang terdapat pada sastra Hindu, Bhagavad gita. Klasifikasi
tersebut adalah, (Ariasa. 2006: 57)
- Hatha Yoga, yaitu yoga yang dilakukan dengan pose fisik (Asana), teknik pernafasan (Pranayana) disertai dengan meditasi. Ketiga poin ini dilakukan untuk membuat pikiran menjadi tenang dan tubuh sehat penuh vitalitas.
- Bhakti Yoga, yaitu yoga yang memfokuskan diri untuk menuju hati. Jika seorang yogi berhasil menerapkannya, maka dia akan dapat melihat kelebihan orang lain dan cara untuk menghadapi sesuatu. Keberhasilan yoga ini juga membuat yogis menjadi lebih welas asih dan menerima segala yang ada di sekitarnya, karena dalam yoga ini diajarkan untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan.
- Raja Yoga, yaitu yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan kontemplasi. Yoga ini nantinya akan mengarah pada cara penguasaan diri sekaligus menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Raja yoga merupakan dasar dari yoga sutra.
- Jnana Yoga, yaitu yoga yang menerapkan metode untuk meraih kebijaksanaan dan pengetahuan. Teknik ini cenderung untuk menggabungkan antara kepandaian dan kebijaksanaan, sehingga nantinya mengdapatkan hidup yang dapat menerima semua filosofi dan agama.
- Karma Yoga, yaitu yoga ini mempercayai adanya reinkarnasi. Di sini Anda akan dibuat untuk menjadi tidak egois, karena yakin bahwa perilaku Anda saat ini akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang.
- Tantra Yoga. Untuk yoga ini sedikit berbeda dengan yoga yang lain, bahkan ada yang menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Teknik pada yoga ini terdiri atas kebenaran (kebenaran) dan hal-hal yang mistik (mantra). Tujuan dari teknik ini supaya dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup.
Dalam
masyarakat Indonesia, yoga sudah dikenal luas oleh berbagai kalangan. Kekawin Arjuna
Wiwaha 11.1 menyebutkan kata Yoga dengan sangat jelas; “Sasi wimba
heneng ghata mesi banu Ndanasing, suci nirmala mesi wulan Iwa mangkana rakwa
kiteng kadadin Ring angambeki Yoga kiteng sakala, Bagaikan bulan di dalam
tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih tampaklah bulan. Sebagai
itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada orang yang melakukan Yoga Engkau
menampakkan diri”. Jadi pada dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan
Yoga atau Meditasi sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut
ajaran Veda. (yudhiantara, 2006: 172).
2.2 Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Yoga
Dalam
menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan
Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh
dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama
(pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama
(latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana
(telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi
dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri,
menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri). (anonym. 2014
: http://AstanggaYoga.ucla.edu)
1. Panca Yama Brata
Panca
yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan
tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan
pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini
diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35 – 39. (Prakas.1996:72)
- Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35)
- Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra II.36)
- Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali Yoga Sutra II.37)
- Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
- Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
2. Panca Niyama Bratha
Panca
Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai
penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali Yoga Sutra
II.40-45.
- Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra II.41).
- Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra II.42).
- Tapa atau mengekang. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43).
- Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44).
- Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45).
Kebalikan
dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama dan Niyama) disebut sebagai
vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan
dihilangkan, yaitu:
1.
Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa
2.
Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya
3.
Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya
4.
Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya
5.
Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca
6.
Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa
7.
Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa
8.
Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya
9.
Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan
dari isvarapranidhana (Somvir. 2006: 201)
Dengan
menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan sendirinya dilindungi
terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan menyakiti orang lain belum tentu
berarti perlakukan orang lain dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak
menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan keramah-tamahan.
2.3 Aplikasi Konsep Panca Yama dan Nyama
Brata dalam Astangga Yoga Pada Jaman Sekarang
Masa muda adalah saat yang paling tepat untuk
berlatih yoga. Ini adalah sifat yang pertama dan yang utama untuk seorang siswa
Yoga. Siswa yoga harus kuat dan memiliki vitalitas yang besar. Mereka yang
mempunyai pikiran tenang yang percaya pada kata-kata gurunya, ia yang
bersahaja, jujur, menginginkan kebebasan dari samsara, adalah orang-orang yang
cocok untuk disiplin yoga bagi mereka yang sudah menghapus keakuan,
kesombongan, ketamakan dan yang memiliki tempramen tenang adalah orang yang
sesuai menjadi sang abadi. Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi Astangga Yoga
di di jaman Kali Yuga ini tentu banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan.
Banyak orang yang tahu tentang ajaran Astangga Yoga ini, akan tetapi hanya
sedikit orang yang mau mengamalkan ajaran ini. Untuk lebih jelasnya marilah
kita membahas lebih rinci bagaimana aplikasi daripada ajaran Astangga Yoga ini.
A. Aplikasi Panca Yama Bratha
Adalah pengendalian diri tingkat jasmani yang
menjadi tahap awal bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas
spiritualnya.
1.
Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun
dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. Orang yang ingin menapaki jalan
spiritual yang lebih tinggi semestinya sudah memulai untuk tidak menyakiti baik
dari segi fisik, perkataan maupun pikiran terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan
akan tetapi kita lihat kekerasan semakin tinggi saja itu berarti ajaran Ahimsa
masih hanya sebatas teori saja.
2.
Satya atau kejujuran atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan
perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. Ajaran satya
di jaman sekarang mengalami sebuah degradasi yang sangat tajam dimana sebagian
besar orang-orang susah untuk berpikir, berkata dan berbuat yang jujur dan
mereka cenderung tidak satya karena suatu tujuan yang sifatnya
keduniawiaan seperti kekuasaan, pendidikan, harta dan popularitas.
3.
Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya
sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam
pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. Orang kebanyakan selalu merasa
tidak puas akan apa yang menjadi miliknya sehingga seringkali menginginkan
benda-benda yang bukan menjadi miliknya. Dalam praktek kehidupan sehari-hari
sering kita lihat sepertia kasus pencurian, korupsi yang merupakan perbuatan
merugikan orang lain.
4.
Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. Untuk seorang
Brahmacarya pekerjaannya adalah menuntut ilmu dan tidak melakukan hubungan
layaknya suami istri, namun di jaman sekarang ini banyak yang melakukan
hubungan seksual sedangkan mereka masih dalam tahap Brahmacari padahal hubungan
seperti itu tidak didahului dengan upacara pernikahan. Ini membuktikan bahwa
aplikasi dari ajaran Brahmacarya ini masih sangat rendah di kehidupan
sehari-hari.
5.
Aparigraha atau pantang akan kemewahan artinya seorang praktisi
Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. Hidup sederhana bukanlah hidup yang serba
dibatasi akan tetapi hidup yang tidak terlalu mengikatkan diri terhadap hal
yang sifatnya duniawi. Dalam hal ini kita diajarkan untuk lebih proporsional
sesuai dengan kemampuan, sehingga setahap demi setahap kita bisa melepaskan
ikatan keduniawiaan. Di jaman sekarang ini kecendrungan seseorang untuk hidup
sederhana masih sangat minim, karena hidup yang serba glamour membuat mereka
merasa enggan untuk melakukannya sehingga menimbulkan keterikatan terhadap
materialisme yang membuat kesulitan untuk meningkatkan kualitas spiritual.
B. Aplikasi Panca Niyama Bratha
Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian
diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya.
1. Sauca, kebersihan lahir
batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan
kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan
kekotoran dari kontak fisik tersebut. Di Bali sebelum menjadi rohaniawan (Sulinggih)
mereka harus disucikan dengan upacara, namun dalam prakteknya masih banyak yang
mengingkari akan hal tersebut, misalnya seorang sulinggih yang berbisnis banten
sedangkan itu sudah merusak kesucian secara lahiriah dari seorang
rohaniawan. Dewasa ini banyak orang yang ingin menjadi seorang rohaniawan, ini
menunjukkan bahwa ajaran sauca menjadi hal yang begitu diharapkan oleh banyak
orang dan tidak terlepas dari keinginan untuk menjadi pelayan Tuhan.
2. Santosa atau kepuasan.
Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan.
Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental. Kepuasan
atau Atmanastuti merupakan hal yang tidak kita pisahkan dalam kehidupan
spiritual. Kepuasan lahir dan bathin dalam melayani Tuhan adalah paling utama
sehingga tidak menimbulkan rasa beban dan berat dalam melaksanakan pelayanan.
3. Tapa atau mengekang
melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda
dalam aspek spiritual. Ajaran ini lebih menekankan aspek pengendalian
diri dalam segala bidang. Di jaman sekarang banyak orang berusaha mencari
tempat-tempat yang menyediakan ketenangan, keheningan untuk mendapatkan
ketenangan akibat kepenatan hidup yang cukup berat.
4. Svadhyaya atau
mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama
suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya persatuan
dengan apa yang dicita-citakannya. Di jaman sekarang orang-orang sudah mulai
enggan untuk mempelajari kitab-kitab suci karena kesibukan sehingga orang-orang
mulai melupakannya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang mempelajari
khusus lewat pendidikan formal di perguruan tinggi merupakan jalan yang cukup
bagus khusunya bagi generasi muda yang ingin mendalami ajaran agama. Jadi ada
pasang surut terhadap aplikasi swadhyaya di jaman globalisasi ini.
5. Isvarapranidhana atau
penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada
tingkatan samadhi. Dalam hal ini kita dituntut untuk menjadi pelayan Tuhan dan
selalu mepersembahkan hasilnya kepada Beliau.
2.4 Konsep Panca
Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga Perspektif Aksiologi
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu axios yang artinya nilai dan logos artinya
teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai
bentuk. (Nasution, 2012: 3).
Menurut
Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa
pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia
untuk mencapai kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak
mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya. Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu
atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan
dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu: 1)
Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu
ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan
atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari
teori-teori filsafatnya. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam
posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya
ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan. 2) Filsafat sebagai metodologi
dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila
ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung,
maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah
itu dapat diselesaikan (Sumatriasumatri,1998: 56).
Selain kedua pokok yang sudah dijelaskan diatas
bahwa ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral. Meskipun demikian, pada hakikatnya
upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan tetap didasarkan pada tiga masalah
pokok, yakni; 1) Apa yang ingin diketahui, 2) Bagaimana cara memperoleh ilmu
pengetahuan, dan 3) Bagaimana nilai pengetahuan itu. (Suriasumantri,
1991:2).
Ketiga pokok cara mencari permasalahan dalam
suriasumanti tentang aksiologi dapat dikaitkan dengan permasalahan konsep panca
yama dan nyama brata dalam astangga yoga yang dimana hakekat panca yama dan
nyama tersebut menjadi suatu pondasi dalam melaksanakan yoga. Dasar pertama
yaitu : 1) apa yang ingin diketahui, ketika orang yang melaksanakan yoga tanpa
ada rasa untuk mengetahui suatu nilai dalam melaksanakan yoga maka orang yang
melaksanakan yoga seperti tanpa tujuan. 2) bagaimana cara memperoleh suatu
pengetahuan, dalam yoga cara memperoleh suatu pengetahuan adalah dengan cara
raja marga yoga dengan tapa, nilai yang dapat diambil dari sebuah perenungan
dan tapa adalah sesorang dapat mengambil suatu makna dibalik hakikat tapa dan
dapat menemukan suatu wahyu atau inspiriasi seperti seorang maha rsi dalam
menemukan weda. Dan yang terakhir 3) Bagaimana nilai pengetahuan itu, di dalam
ajaran pengetahuan yoga, terdapat banyak nilai yang dapat diambil dan dapat di
aplikasikan kedalam masyarakat, yang dimana konsep panca yama dan nyama brata
dalam ajaran yoga adalah suatu pondasi dalam melakukan yoga, karena panca yama
dan nyama brata merupakan tahap awal untuk mengendalikan seluruh indria dalam
melaksanakan ajaran yoga.
Aksiologi merupakan suatu ilmu yang sangat
berguna dalam memecahkan dan mengambil nilai dalam suatu persoalan baik dalam
yoga maupun dalam persoalan lainya, dikarenakan di dalam aksiologi terdapat
banyak teori-teori dan aliran yang dapat memecahkan suatu persoalan misalkan Aliran
Essensialisme berpandangan bahwa ilmu pengetahuan harus berpijak pada
nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal peradaban manusia, Kattsoff (dalam
Soejono Soemargono, 1992:326).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan
untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami
pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak
terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan
kesadaran kosmik.
Astangga
yoga merupakan tahapan-tahapan yang harus dijalankan bagi seseorang yang ingin
meningkatkan kualitas spiritual. Astangga Yoga berarti delapan tahapan yang
harus dilaksanakan dalam beryoga. Bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama
(pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh),
Pranayama (latihan pernafasan), Prathyahara (menarik semua indrinya kedalam),
Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), DHYANA (mulai
meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah
mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan
diri).
Aplikasi
dari ajaran Astangga Yoga di jaman Kali Yuga ini masih sangat minim. Hal itu
disebabkan karena jaman globalisasi membuat pola pikir seseorang untuk
benar-benar berniat mengamalkan ajaran ini masih cukup rendah. Jika kita
telusuri apa yang disebut Yoga oleh orang-orang moden sangat jauh berbeda dari
sistem Yoga aslinya. Saat ini orang-orang hanya fokus mempraktekkan tingkatan
Raja Yoga yang ketiga dan yang keempat, yaitu Asana (sikap duduk) dan Pranayama
(teknik pernapasan) dan semata-mata hanya untuk alasan kesehatan, umur panjang
bahkan meningkatkan nafsu birahai semata. Walaupun secara material bermanfaat,
namun mereka tidak memahami tujuan utama dari sistem Yoga itu sendiri.
Pada
dasarnya Yoga berarti penghubungan atau pengaitan jiva individual dengan Yang
Maha Kuasa, dengan kata lain tujuan utama dari sistem Yoga adalah untuk
menghubungkan diri kita yang rendah dengan
Tuhan
Yang Maha Kuasa, bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kesehatan dan
hal-hal material lainnya. Dengan demikian syarat utama yang dimiliki oleh seorang
calon praktisi Yoga adalah kepercayaan akan adanya Tuhan. Seorang yang atheis
tidak bisa mengikuti sistem ini. Kalaupun dia mengikutinya, dia hanya akan
mentok sampai pada tingkatan asana dan pranayama yang tujuannya hanya sebatas
kesehatan fisik. Disamping itu, seorang praktisi Yoga juga harus memiliki dasar
moral dan disiplin tinggi. Meskipun dikatakan bahwa selama kita ada dalam tubuh
manusia, tidak perduli berapa umur kita, jenis kelamin dan kondisi fisik, namun
tanpa dasar moral yang baik dipastikan seseorang tidak akan pernah bisa menapak
sistem Yoga. Karena itulah dua tingkatan pertama Raja Yoga adalah Yama dan
Nyama Bratha. Seseorang yang masih memelihara sifat kejam, suka mabuk dan
kejahatan-kejahatannya otomatis akan gugur dengan sendirinya.
Aksiologi
merupakan suatu ilmu yang sangat berguna dalam memecahkan dan mengambil nilai
dalam suatu persoalan baik dalam yoga maupun dalam persoalan lainya,
dikarenakan di dalam aksiologi terdapat banyak teori-teori dan aliran yang
dapat memecahkan suatu persoalan misalkan Aliran Essensialisme
berpandangan bahwa ilmu pengetahuan harus berpijak pada nilai-nilai budaya yang
telah ada sejak awal peradaban manusia.
3.2
Saran-Saran
Berdasarkan simpulan di atas penulis
berharap segenap orang yang membaca makalah yang sederhana ini dapat
mengkritisi materi-materi yang tersaji. Penulis menyarankan pembaca mampu
membaca referensi-referensi terkait permasalahan yang tersaji dalam makalah
ini. Jika memang tulisan dalam makalah ini salah atau menyimpang dari koridor
keilmuan yang berlaku, penulis sangat mengharapkan adanya masukan yang bersifat
kontruktif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, http://AstanggaYoga.ucla.edu/portal/ucla/how-to-build-a-bigger-brain-91273.aspx
di kutip pada: 7 Maret 2014, Pada Pukul : 03.13 Wita
Anonym. http://Sejarah Yoga.com/Hindu.phpt-681988 dikutip pada: 7 Maret 2014, Pada
Pukul : 03.13 Wita
Ariasa Giri, I Made . 2006, Yoga
Asanas, Pranayama, dan Meditasi . Denpasar: IHDN Denpasar
Louis
O. Kattsoff. 1992. Element of Philosophy diterjemahkan oleh Soejono
Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat (Cet. V; Yogyakarta: Tiara
Wacana),
Showthread, http://Yoga.com/showthread.phpt=32027 dikutip pada: 7 Maret 2014, Pada Pukul : 03.13 Wita
Somvir,
Dr. 2006. Sehat Dengan Yoga dan Ayur weda. Paramita Surabaya
Sumatriasumatri
Jujun S. 1988. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan.
____________________.
1991. Ilmu dalam Perspektif (Cet. IX; Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,)
Swami
Satya Prakas Saraswati, Patanjali Raja Yoga, Paramita Surabaya. 1996
Yudhiantara,
Kadek. 2006. Menyikapi Rahasia Yoga. Surabaya: Paramitha
0 komentar:
Posting Komentar