Minggu, 12 Oktober 2014

Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga Perspektif Aksiologi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut. Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.
            Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan orang tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang.
            Dalam masyarakat pada umumnya, keawaman orang dikalangan masyarakat sangatlah mengakar yang menyebabkan banyak persepsi – persepsi negative tentang yoga, maka dari itu penulis akan mencoba untuk menelaah dan menguraikan yoga dan mengambil nilai-nilai dalam ajaran yoga tentang panca yama dan nyama brata menurut sudut pandang aksiologi.
1.3 Rmusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian dan sejarah Yoga?
2.      Bagaimanakah konsep Panca Yama Brata dan Niyama dalam Yoga?
3.      Bagaimana aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari?
4.      Bagaimana Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga Perspektif Aksiologi?
1.4 Tujuan Penulisan
1.            Untuk mengetahui tentang pengertian da sejarah Yoga
2.            Untuk mengetahui konsep Panca Yama Brata dan Niyama dalam Yoga
3.            Untuk mengetahui aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari
4.      Untuk mengetahui Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga Perspektif Aksiologi
1.4 Manfaat
Dari penulisan Makalah ini penulis berharap segenap mahasiswa yang membaca makalah ini mampu untuk mendalami ajaran yoga dari konsep panca yama dan niyama brata sebagai pondasi dalam melakukan yoga, serta makalah ini dibuat sebagai pemenuhan tugas Aksiologi pada semester VI.










BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Sejarah Yoga
            Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau  menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan definisi tentang yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak pikiran.  Ada dua hal yang penting sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Secara spiritual Yoga merupakan suatu proses di mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang yogi, Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang telah mencapai persatuan dengan Hyang Agung. (anonym, sejarah yoga: dalam http://Sejarah Yoga.com. 2014)
            Jiwa manusia dibawa kepada kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber realitas (Hyang Widhi). Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga adalah ketenangan hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkah laku, Segala sesuatu yang terbaik dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah Yoga juga, Yoga mencakup seluruh aplikasi yang inklusif dan universal yang mengantar kepada pengembangan / pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa. Yoga pada dasarnya adalah sebuah cara atau jalan hidup. Bukan sesuatu yang keluar dari kehidupan, bukan pula menjauhkan diri dari aktifitas, melainkan merupakan performa yang efisien dengan semangat hidup yang benar. Yoga bukan pula melarikan diri dari rumah dan kebiasaan hidup manusia, melainkan merupakan suatu proses pembentukan sikap untuk hidup di rumah (keluarga) maupun hidup bermasyarakat dengan suatu pengertian baru, Yoga bukan memalingkan dari kehidupan, Dia merupakan spiritual dari hidup.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik.
            Sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga diprakarsai oleh Maharsi Patanji, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak kalangan umat Hindu. Cittavrttinirodha adalah kata yang dianggap dapat mengartikan yoga yang sesungguhnya. Artinya sendiri adalah penghentian gerak pikiran. Ajaran yoga ini ditulis Maharsi lewat sastra yoga sutra, yang terbagi menjadi empat dan memuat 194 sutra. Bagian-bagian pada sastra, yaitu Samadhipada (bagian pertama), Sadhapada (bagian kedua), Vidhutipada (bagian ketiga), dan Kailvalyapada (bagian keempat). (Showthread. 2014: dalam http://Yoga.com/showthread)
            Ajaran Yoga ternyata juga termuat dalam sastra Hindu. Beberapa sastra Hindu tersebut adalah Upanisad, Bhagavad Gita, Yogasutra, dan Hatta Yoga. Kemudian, ajaran yoga mengalami pengklasifikasian, yang terdapat pada sastra Hindu, Bhagavad gita. Klasifikasi tersebut adalah, (Ariasa. 2006: 57)
  1. Hatha Yoga, yaitu yoga yang dilakukan dengan pose fisik (Asana), teknik pernafasan (Pranayana) disertai dengan meditasi. Ketiga poin ini dilakukan untuk membuat pikiran menjadi tenang dan tubuh sehat penuh vitalitas.
  2. Bhakti Yoga, yaitu yoga yang memfokuskan diri untuk menuju hati. Jika seorang yogi berhasil menerapkannya, maka dia akan dapat melihat kelebihan orang lain dan cara untuk menghadapi sesuatu. Keberhasilan yoga ini juga membuat yogis menjadi lebih welas asih dan menerima segala yang ada di sekitarnya, karena dalam yoga ini diajarkan untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan.
  3. Raja Yoga, yaitu yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan kontemplasi. Yoga ini nantinya akan mengarah pada cara penguasaan diri sekaligus menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Raja yoga merupakan dasar dari yoga sutra.
  4. Jnana Yoga, yaitu yoga yang menerapkan metode untuk meraih kebijaksanaan dan pengetahuan. Teknik ini cenderung untuk menggabungkan antara kepandaian dan kebijaksanaan, sehingga nantinya mengdapatkan hidup yang dapat menerima semua filosofi dan agama.
  5. Karma Yoga, yaitu yoga ini mempercayai adanya reinkarnasi. Di sini Anda akan dibuat untuk menjadi tidak egois, karena yakin bahwa perilaku Anda saat ini akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang.
  6. Tantra Yoga. Untuk yoga ini sedikit berbeda dengan yoga yang lain, bahkan ada yang menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Teknik pada yoga ini terdiri atas kebenaran (kebenaran) dan hal-hal yang mistik (mantra). Tujuan dari teknik ini supaya dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup.
            Dalam masyarakat Indonesia, yoga sudah dikenal luas oleh berbagai kalangan. Kekawin Arjuna Wiwaha 11.1 menyebutkan kata Yoga dengan sangat jelas; “Sasi wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing, suci nirmala mesi wulan Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin Ring angambeki Yoga kiteng sakala, Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih tampaklah bulan. Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada orang yang melakukan Yoga Engkau menampakkan diri”. Jadi pada dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan Yoga atau Meditasi sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut ajaran Veda. (yudhiantara, 2006: 172).
2.2 Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Yoga
            Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri). (anonym. 2014 : http://AstanggaYoga.ucla.edu)
1. Panca Yama Brata
            Panca yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35 – 39. (Prakas.1996:72)
  1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35)
  2. Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra II.36)
  3. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali Yoga Sutra II.37)
  4. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
  5. Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
2. Panca Niyama Bratha
            Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali Yoga Sutra II.40-45.
  1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra II.41).
  2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra II.42).
  3. Tapa atau mengekang. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43).
  4. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44).
  5. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45).
            Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama dan Niyama) disebut sebagai vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan, yaitu:
1.            Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa
2.            Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya
3.            Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya
4.            Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya
5.            Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca
6.            Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa
7.            Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa
8.            Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya
9.            Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari isvarapranidhana (Somvir. 2006: 201)
            Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan menyakiti orang lain belum tentu berarti perlakukan orang lain dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan keramah-tamahan.
2.3  Aplikasi Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga Pada Jaman Sekarang
Masa muda adalah saat yang paling tepat untuk berlatih yoga. Ini adalah sifat yang pertama dan yang utama untuk seorang siswa Yoga. Siswa yoga harus kuat dan memiliki vitalitas yang besar. Mereka yang mempunyai pikiran tenang yang percaya pada kata-kata gurunya, ia yang bersahaja, jujur, menginginkan kebebasan dari samsara, adalah orang-orang yang cocok untuk disiplin yoga bagi mereka yang sudah menghapus keakuan, kesombongan, ketamakan dan yang memiliki tempramen tenang adalah orang yang sesuai menjadi sang abadi. Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi Astangga Yoga di di jaman Kali Yuga ini tentu banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan. Banyak orang yang tahu tentang ajaran Astangga Yoga ini, akan tetapi hanya sedikit orang yang mau mengamalkan ajaran ini. Untuk lebih jelasnya marilah kita membahas lebih rinci bagaimana aplikasi daripada ajaran Astangga Yoga ini.
A. Aplikasi Panca Yama Bratha
Adalah pengendalian diri tingkat jasmani yang menjadi tahap awal bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritualnya.
1.             Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. Orang yang ingin menapaki jalan spiritual yang lebih tinggi semestinya sudah memulai untuk tidak menyakiti baik dari segi fisik, perkataan maupun pikiran terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan akan tetapi kita lihat kekerasan semakin tinggi saja itu berarti ajaran Ahimsa masih hanya sebatas teori saja. 
2.             Satya atau kejujuran atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. Ajaran satya di jaman sekarang mengalami sebuah degradasi yang sangat tajam dimana sebagian besar orang-orang susah untuk berpikir, berkata dan berbuat yang jujur dan mereka cenderung tidak satya karena suatu tujuan yang sifatnya keduniawiaan seperti kekuasaan, pendidikan, harta dan popularitas.
3.             Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. Orang kebanyakan selalu merasa tidak puas akan apa yang menjadi miliknya sehingga seringkali menginginkan benda-benda yang bukan menjadi miliknya. Dalam praktek kehidupan sehari-hari sering kita lihat sepertia kasus pencurian, korupsi yang merupakan perbuatan merugikan orang lain.
4.             Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. Untuk seorang Brahmacarya pekerjaannya adalah menuntut ilmu dan tidak melakukan hubungan layaknya suami istri, namun di jaman sekarang ini banyak yang melakukan hubungan seksual sedangkan mereka masih dalam tahap Brahmacari padahal hubungan seperti itu tidak didahului dengan upacara pernikahan. Ini membuktikan bahwa aplikasi dari ajaran Brahmacarya ini masih sangat rendah di kehidupan sehari-hari.
5.             Aparigraha atau pantang akan kemewahan artinya seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. Hidup sederhana bukanlah hidup yang serba dibatasi akan tetapi hidup yang tidak terlalu mengikatkan diri terhadap hal yang sifatnya duniawi. Dalam hal ini kita diajarkan untuk lebih proporsional sesuai dengan kemampuan, sehingga setahap demi setahap kita bisa melepaskan ikatan keduniawiaan. Di jaman sekarang ini kecendrungan seseorang untuk hidup sederhana masih sangat minim, karena hidup yang serba glamour membuat mereka merasa enggan untuk melakukannya sehingga menimbulkan keterikatan terhadap materialisme yang membuat kesulitan untuk meningkatkan kualitas spiritual.
B. Aplikasi Panca Niyama Bratha
Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya.
1.      Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut. Di Bali sebelum menjadi rohaniawan (Sulinggih) mereka harus disucikan dengan upacara, namun dalam prakteknya masih banyak yang mengingkari akan hal tersebut, misalnya seorang sulinggih yang berbisnis banten sedangkan itu sudah merusak kesucian secara lahiriah dari seorang rohaniawan. Dewasa ini banyak orang yang ingin menjadi seorang rohaniawan, ini menunjukkan bahwa ajaran sauca menjadi hal yang begitu diharapkan oleh banyak orang dan tidak terlepas dari keinginan untuk menjadi pelayan Tuhan.
2.      Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental. Kepuasan atau Atmanastuti merupakan hal yang tidak kita pisahkan dalam kehidupan spiritual. Kepuasan lahir dan bathin dalam melayani Tuhan adalah paling utama sehingga tidak menimbulkan rasa beban dan berat dalam melaksanakan pelayanan.
3.      Tapa atau mengekang melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual. Ajaran ini lebih menekankan aspek pengendalian diri dalam segala bidang. Di jaman sekarang banyak orang berusaha mencari tempat-tempat yang menyediakan ketenangan, keheningan untuk mendapatkan ketenangan akibat kepenatan hidup yang cukup berat.
4.      Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya  persatuan dengan apa yang dicita-citakannya. Di jaman sekarang orang-orang sudah mulai enggan untuk mempelajari kitab-kitab suci karena kesibukan sehingga orang-orang mulai melupakannya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang mempelajari khusus lewat pendidikan formal di perguruan tinggi merupakan jalan yang cukup bagus khusunya bagi generasi muda yang ingin mendalami ajaran agama. Jadi ada pasang surut terhadap aplikasi swadhyaya di jaman globalisasi ini.
5.      Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi. Dalam hal ini kita dituntut untuk menjadi pelayan Tuhan dan selalu mepersembahkan hasilnya kepada Beliau.
2.4   Konsep Panca Yama dan Nyama Brata dalam Astangga Yoga Perspektif Aksiologi
Aksiologi merupakan bagian dari  filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani  yaitu  axios yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai bentuk. (Nasution, 2012: 3).
Menurut  Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan  dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu: 1) Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan. 2) Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan (Sumatriasumatri,1998: 56).
Selain kedua pokok yang sudah dijelaskan diatas bahwa ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral. Meskipun demikian, pada hakikatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan tetap didasarkan pada tiga masalah pokok, yakni; 1) Apa yang ingin diketahui, 2) Bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, dan 3) Bagaimana nilai pengetahuan itu. (Suriasumantri, 1991:2).
Ketiga pokok cara mencari permasalahan dalam suriasumanti tentang aksiologi dapat dikaitkan dengan permasalahan konsep panca yama dan nyama brata dalam astangga yoga yang dimana hakekat panca yama dan nyama tersebut menjadi suatu pondasi dalam melaksanakan yoga. Dasar pertama yaitu : 1) apa yang ingin diketahui, ketika orang yang melaksanakan yoga tanpa ada rasa untuk mengetahui suatu nilai dalam melaksanakan yoga maka orang yang melaksanakan yoga seperti tanpa tujuan. 2) bagaimana cara memperoleh suatu pengetahuan, dalam yoga cara memperoleh suatu pengetahuan adalah dengan cara raja marga yoga dengan tapa, nilai yang dapat diambil dari sebuah perenungan dan tapa adalah sesorang dapat mengambil suatu makna dibalik hakikat tapa dan dapat menemukan suatu wahyu atau inspiriasi seperti seorang maha rsi dalam menemukan weda. Dan yang terakhir 3) Bagaimana nilai pengetahuan itu, di dalam ajaran pengetahuan yoga, terdapat banyak nilai yang dapat diambil dan dapat di aplikasikan kedalam masyarakat, yang dimana konsep panca yama dan nyama brata dalam ajaran yoga adalah suatu pondasi dalam melakukan yoga, karena panca yama dan nyama brata merupakan tahap awal untuk mengendalikan seluruh indria dalam melaksanakan ajaran yoga.
Aksiologi merupakan suatu ilmu yang sangat berguna dalam memecahkan dan mengambil nilai dalam suatu persoalan baik dalam yoga maupun dalam persoalan lainya, dikarenakan di dalam aksiologi terdapat banyak teori-teori dan aliran yang dapat memecahkan suatu persoalan misalkan Aliran Essensialisme berpandangan bahwa ilmu pengetahuan harus berpijak pada nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal peradaban manusia, Kattsoff (dalam Soejono Soemargono, 1992:326).


















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik.
Astangga yoga merupakan tahapan-tahapan yang harus dijalankan bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritual. Astangga Yoga berarti delapan tahapan yang harus dilaksanakan dalam beryoga. Bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Prathyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), DHYANA (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri).
Aplikasi dari ajaran Astangga Yoga di jaman Kali Yuga ini masih sangat minim. Hal itu disebabkan karena jaman globalisasi membuat pola pikir seseorang untuk benar-benar berniat mengamalkan ajaran ini masih cukup rendah. Jika kita telusuri apa yang disebut Yoga oleh orang-orang moden sangat jauh berbeda dari sistem Yoga aslinya. Saat ini orang-orang hanya fokus mempraktekkan tingkatan Raja Yoga yang ketiga dan yang keempat, yaitu Asana (sikap duduk) dan Pranayama (teknik pernapasan) dan semata-mata hanya untuk alasan kesehatan, umur panjang bahkan meningkatkan nafsu birahai semata. Walaupun secara material bermanfaat, namun mereka tidak memahami tujuan utama dari sistem Yoga itu sendiri.
Pada dasarnya Yoga berarti penghubungan atau pengaitan jiva individual dengan Yang Maha Kuasa, dengan kata lain tujuan utama dari sistem Yoga adalah untuk menghubungkan diri kita yang rendah dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kesehatan dan hal-hal material lainnya. Dengan demikian syarat utama yang dimiliki oleh seorang calon praktisi Yoga adalah kepercayaan akan adanya Tuhan. Seorang yang atheis tidak bisa mengikuti sistem ini. Kalaupun dia mengikutinya, dia hanya akan mentok sampai pada tingkatan asana dan pranayama yang tujuannya hanya sebatas kesehatan fisik. Disamping itu, seorang praktisi Yoga juga harus memiliki dasar moral dan disiplin tinggi. Meskipun dikatakan bahwa selama kita ada dalam tubuh manusia, tidak perduli berapa umur kita, jenis kelamin dan kondisi fisik, namun tanpa dasar moral yang baik dipastikan seseorang tidak akan pernah bisa menapak sistem Yoga. Karena itulah dua tingkatan pertama Raja Yoga adalah Yama dan Nyama Bratha. Seseorang yang masih memelihara sifat kejam, suka mabuk dan kejahatan-kejahatannya otomatis akan gugur dengan sendirinya.
Aksiologi merupakan suatu ilmu yang sangat berguna dalam memecahkan dan mengambil nilai dalam suatu persoalan baik dalam yoga maupun dalam persoalan lainya, dikarenakan di dalam aksiologi terdapat banyak teori-teori dan aliran yang dapat memecahkan suatu persoalan misalkan Aliran Essensialisme berpandangan bahwa ilmu pengetahuan harus berpijak pada nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal peradaban manusia.
3.2  Saran-Saran
     Berdasarkan simpulan di atas penulis berharap segenap orang yang membaca makalah yang sederhana ini dapat mengkritisi materi-materi yang tersaji. Penulis menyarankan pembaca mampu membaca referensi-referensi terkait permasalahan yang tersaji dalam makalah ini. Jika memang tulisan dalam makalah ini salah atau menyimpang dari koridor keilmuan yang berlaku, penulis sangat mengharapkan adanya masukan yang bersifat kontruktif.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym, http://AstanggaYoga.ucla.edu/portal/ucla/how-to-build-a-bigger-brain-91273.aspx di kutip pada: 7 Maret 2014, Pada Pukul : 03.13 Wita
Anonym. http://Sejarah Yoga.com/Hindu.phpt-681988 dikutip pada: 7 Maret 2014, Pada Pukul : 03.13 Wita
Ariasa Giri, I Made . 2006, Yoga Asanas, Pranayama, dan Meditasi . Denpasar: IHDN Denpasar
Louis O. Kattsoff. 1992. Element of Philosophy diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat (Cet. V; Yogyakarta: Tiara Wacana),
Showthread, http://Yoga.com/showthread.phpt=32027 dikutip pada: 7 Maret 2014, Pada Pukul : 03.13 Wita
Somvir, Dr. 2006. Sehat Dengan Yoga dan Ayur weda. Paramita Surabaya
Sumatriasumatri Jujun S. 1988. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
____________________. 1991. Ilmu dalam Perspektif (Cet. IX; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,)
Swami Satya Prakas Saraswati, Patanjali Raja Yoga, Paramita Surabaya. 1996
Yudhiantara, Kadek. 2006. Menyikapi Rahasia Yoga. Surabaya: Paramitha



0 komentar:

Posting Komentar