BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Epic, Epos Atau Viracarita, yakni Ramayana
Dan Mahabarata, asalnya adalah cerita kepahlawanan, selanjutnya menjadi sejarah
susastra agama hindu dan menempati kedudukan sangat penting sebagai sumber utama
bagi masyarakat pada umumnya dan juga sebagai pertanda awalnya muncul
sekta-sekta dalam Agama Hindu. Kata itihasa terdiri dari tiga bagian yaitu iti
+ ha + asa. “iti dan “ha” adalah kata tambahan yang “indiclinable” didalam
bahasa inggris. “asa” adalah kata kerja didalam bahasa inggris. Arti kata
itihasa adalah “ini sudah terjadi begitu. Sesungguhnya itihasa sedikit berbeda
dengan purana. Tujuan utama Purana adalah menyampaikan cerita-cerita pendidikan
keagamaan,
sedang tujuan itihasa adalah menceritakan sejarah semata. Dalam
itihasa ada dua cerita yakni Mahabrata dan Ramayana. Dalam makalah ini penulis
akan menekankan pada epos Mahabrata. Kitab mahabrata digambarkan sebagai
itihasa mahapunyah dan sering
juga disebut punyah kathah (cerita penuh kebajikan). Kata Maha berarti besar
atau agung sedang kata bharata berarti raja-raja dari dinasti bharata. Jadi
mahabharata berarti cerita agung tentang keluarga Bharata. Raja-raja ini
dikenal sebagai pandawa dan kaurawa. Buku mahabharata menceritakan tentang kedua
keluarga yang berakhir dengan kemusnahan keluarga kaurawa. Pada mulanya Maharsi
Veda Vyasa, menulis kitab ini dengan nama “jaya samhita”. Setelah itu
Vaisampayana, muridnya sendiri dan setelah itu, Suta Ugasrava, juru cerita yang
menceritakan cerita ini Epos besar Mahabharata yang sangat terkenal ini
dibangun atas delapan belas parva. Parva yang penulis kaji adalah bagian kedua
dari delapan belas parwa yakni sabhaparva. Dimana sabhaparva ini memiliki arti
sabha=pertemuan, sidang. Parva kedua ini menceritakan tentang pandava dan
kaurava hidup bersama didalam hastinapura. Yusdhisthira senatiasa ditipu oleh
Duryodhana atas bujukan pamannya bernama Sakuni. Disini penulis akan mengkaji
mengenai makna filosofis dan nilai teologis yang terkandung didalam sabhaparva
itu sendiri. Dari uraian diatas, maka penulis mengkajinya dalam bentuk makalah
yang diberi judul “makna filosofis dan teologis yang terkandung dalam sabhaparva”
1.2
Rumusan Masalah
Dari pemaparan
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:
1. Makna apa saja yang terdapat dalam cerita Mahabrata
pada parva ke 2?
2. Berapa Jumlah Sub Cerita Yang Terdapat Dalam
Sabhaparva?
3. Apa Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Cerita
Sabhaparva?
4. Sloka Apa Saja Yang Berkaitan Dengan Cerita Sabhaparva?
1.3
Tujuan
Dari perumusan
masalah diatas, maka adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini,
yaitu:
1.
Untuk mengetahui makna yang terdapat dalam cerita mahabrata pada parva
ke dua
2. Untuk
mengetahui jumlah sub cerita yang
terdapat dalam sabhaparva
3. Untuk
mengetahui Makna Filosofis Yang
Terkandung Dalam Cerita Sabhaparva
4. Untuk
mengetahui sloka yang berkaitan dengan
cerita Sabhaparva
1.4
Manfaat
1
Bagi Mahasiswa / Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa maupun
masyarakat yang sebelumnya tidak tahu akan cerita Sabhaparva, dan apa hubungan makna filosofis Sabhaparva dengan kehidupan sehari-hari.
2
Bagi Penulis
Selain sebagai pemenuhan tugas pada mata
kuliah Susastra Hindu pada Semester II,
juga ingin membahas tentang cerita Sabhaparva dan makna filosofisnya.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Cerita yang
Terkandung dalam Sabhaparva
Dalam ceritanya Parva ke-2 ini
memaparkan kisah perjudian antara Pandava dan Kaurawa. Sabhaparva terdiri dari
10 subparva diantaranya, yakni:
1. Sabhakriyaparva
(terdiri dari 134 sloka)
Berisi
tentang cerita; bantuan dari Mayadanava; Sri Krsna meminta Mayadanava untuk
membangun istana untuk yudisthira. Pembangunan tersebut menghabiskan waktu 18
bulan, Yudhisthira memasuki istana barunya. Raja-raja dari berbagai negara
mengunjungi istana Yudhisthira.
2. Lokapalasabhakhyanaparva
(terdiri dari 385 sloka)
Mengisahkan
kedatangan Devarsi Narada; Narada bertanya tentang keseriusan Yudhisthira untuk memerintahkan
kerajaan; Narada menjelaskan tentang balai sidang Dewa Yama, balai sidang Dewa
Waruna, balai sidang Deva Kuwera dan balai sidang Dewa brahma. Yudhisthira
menanyakan kepada Narada bagaimana
beliau memasuki alam Pitra (Pitraloka) sehingga dapat bertemu ayahandanya.
Cerita tentang Raja Hariscandra; Narada meminta Yudhistira untuk melakukan
upacara Rajasuya.
3. Rajasuyarambaparva
(terdiri dari 225 sloka)
Yudhisthira
melakukan upacara Rajasuya. Diskripsi keadaan kerajaan di bawah pemerintahan
Yudhisthira serta penilaian Sri Krsna terhadap upacara Rajasuya yang
dilaksanakan oleh Raja Yudhisthira. Cerita tentang kekuatan Jarasandha; Sri
Krsna meminta Yudhisthira untuk membunuh Jarasandha. Cerita kelahiran
Jarasandha yang luar biasa.
4. Jarasandhavadhaparva
(terdiri dari 215 sloka)
Sri
Krsna menjelaskan arti kehancuran Jarasandha. Sri Krsna, Arjuna, dan Bhima. Sri
Krsna, Arjuna dan Bhima mempersiapkan keberangkatan menuju Magadha. Mereka tiba
dipusat kota dan kemudian menuju istana jarasandha yang menyamar sebagai
Snataka Brahmana. Berlangsungnya percakapan ketiga pahlawan tersebut dengan
Jarasandha. Sri Krsna mengemukakan maksud kedatangannya dan kemudian terjadi
pertempuran antara Bhima dengan Jarasandha. Jarasandha dapat dibunuh. Sri Krsna
membebaskan negara Magadha dari kekejaman Jarasandha dan kemudian menobtkan
putra Jarasandha sebagai raja. Sri Krsna, Bhima dan Arjuna kembali menuju
Indraprastha selanjutnya Sri Krsna meninggalkan Indraprastha menuju Dvaraka.
5. Digvijayaparva
(terdiri dari 221 sloka)
Bhima,
Arjuna, Nakula dan Sahadeva mempersiapkan diri untuk menundukkan musuh-musuhnya
disemua penjuru. Uraian tentang keberhasilan Arjuna menundukkan musuh-musuhnya.
Arjuna berhadapan dengan Bhagadatta. Bhagadatta dapat ditundukkan oleh Arjuna
dan Arjuna meminta Bhagadatta membayar upeti untuk menebus kekalahannya.
Kemenangan Arjuna diberbagai kerajaan yang terletak di sebelah utara. Arjuna
kembali ke Indraprastha dengan sangat bangga dapat menghancurkan musuhnya.
Bhima pergi ke arah Timur dan mengalahkan banyak negara; Bhima kembali dengan
kemenangan besar; Sahadeva mengalahkan negeri-negeri dibagian Selatan.
Pertempuran antara Sahadeva dengan Raja Nil; Nakula mengalahkan negara-negara
dibarat. Cerita kisah asmara antara Dewa Agni dengan putri Raja Nila. Nila
membayar upeti kepada Sahadeva kemudian kembali ke Indraprastha dengan bangga
membawa kekayaan sebagai tanda kemenangan.
6. Rajasuyikaparva
(terdiri dari 99 sloka)
Sri
Krsna datang ke Kandavaprastha untuk mempersiapkan upacara Rajasuya yang akan dilaksanakan
oleh Yudhisthira dan adik-adiknya.
7. Arghyaharanaparva
(terdiri dari 133 sloka)
Yudhistira
memimpin pelaksanaan upacara rajasuya. Para ksatrya berdatangan ke tempat
upacara dilangsungkan. Sahadeva mempersembahkan Arghya (air penyucian kaki)
pertama ditujukan kepada Sri Krsna. Sisupala tersinggung terhadap peristiwa
ini. Para raja meninggalkan balairung. Yudhisthira menghentikan hal tersebut.
Bhisma menyampaikan pujian terhadap Sri Krsna. Sahadeva menyelesaikan seluruh
rangkaian upacara tersebut. Para raja sepakat untuk menghentikan berbagai
permusuhan.
8. Sisupalaparva
(terdiri dari 210 sloka)
Sisupala
marah kepada rsi Bhisma. Bhisma menceritakan tentang kelahiran Sisupala;
Sisupala menantang Sri Krsna;kematian Sisupala. Upacara Rajasuya telah
selesai dilaksanakan. Sri Krsna kembali ke Dvaraka.
9. Dyutaparva
(terdiri dari 677 sloka)
Maharsi
Vyasa menemui Yudhisthira untuk menyampaikan untuk menyampaikan visinya
kedepan. Yudhisthira bersumpah untuk mengabdikan hidupnya kepada orang lain.
Duryodhana membuka rahasia pribadinya kepada sakuni. Ide yang pertama sakuni
untuk melakukan perjudian melawan pandava. Duryodhana mengungkapkan kegusaran
hatinya memohon kepada Dhrtarasta untuk dapat ditetapkan sebagai raja pemimpin
Hastina. Duryodhana memerintahkan untuk membangun istana yang megah. Vidura
mencegah sang raja untuk mengundang Pandava
keperjudian. Duryodhana menceritakan pelaksanaan upacara rajasuya.
Dhrtarastra memberi nasehat kepada Duryodhana. Vidura meminta Yudhistira untuk
menghadiri untuk hadir di arena judi. Yudhistira bersama adik-adiknya
mendatangi perjudian; Yudhithira tidak ingin bermain;ia mulai mengalami
kekalahan;ia mempertaruhkan saudaranya satu persatu dan kalah selanjutnya
mempertaruhkan Draupadi dan juga kalah. Draupadi diseret ketempat perjudian
oleh Dussasana. Dussasana melucuti pakaian yang dikenakan oleh draupadi. Dharma
datang secara gaib dan terus memberi dan mengenakan pakaian kepada draupadi.
Bhima bersumpah untukk merobek dada Dussasana; cerita tentang virochana dan
Sudharma. Tanda-tanda buruk muncul di Hastina. Dhrtarastra memberikan anugrah
kepada Draupadi. Yudhistira bersama adik-adiknya dan Draupadi kembali ke
Indraprastha.
10. Anudyutaparva
(terdiri dari 260 sloka)
Kata-kata
penyesalan Dewi Gandhari. Yudhistira kembali dibujuk untuk berjudi. Yudhisthira
lagi kalah dalam arena perjudian tersebut. Pandava diasingkan ke hutan. Dewi
Kunti tinggal dengan Vidura. Ungkapan kesedihan dewi Kunti. Kata penghibur dari
Vidura; ucapan yang menyejukkan dari Rsi Drona; komentar Sanjaya dan nasehat
Dhrtarastra.
2.2
Nilai-Nilai dan Makna Yang Terkandung Dalam Sabhaparva
Nilai-nilai
yang terkandung dalam sabhaparva :
Di
kutip dari berbagai kitab saya, dapat mengkaji nilai-nilai yang terkandung
dalam parva kedua ini yakni :
1. Nilai
moral
Banyak
uraian dalam sabhaparva yang mencerminkan bahwa nilai moral dari tokoh yang
bernama dusasana itu, tidak memiliki moral yang, baik. Dalam kitab
sarasamusccaya dijelaskan mengenai susila dalam sloka yang berbunyi “Tasmad wakkayacittaistu nacaredachubam narah
chubhachubham hyacarati tasyanute phalam” yang artinya : “ oleh karena itu
inilah yang harus diusahakan orang. Jangan biarkan kata-kata, laksana dan
pikiran berbuat karma yang tidak baik sebab orang yang mengusahakan yang baik,
baik yang diperolehnya. Jika jahat yang dilakukan, celaka yang diperolehnya.
Seperti halnya yang dilakukan oleh para kaurawa saat perjudian, mempermalukan
dewi drupadi secara kejam. Akan tetapi hasilnya akan ma mereka terima sesuai
perbuatan mereka sendiri. Etika dan moral manusia seharusnya sesuai dengan
ajaran agama dan sastra agama.
Disamping itu menurut kitab Manawa
Dharmasastra dikatakan dalam sloka bahwa “suksmabhyo
pi prasangebhyah striyo raksya visesatah, dvayor hi kulayoh sokam avaheyur
araksitah” artinya: wanita terutama harus dilindungi dari kecenderungan
berbuat jahat, bagaimana sedih tampaknya, jika mereka tidak dijaga akan membawa
penderitaan kepada kedua belah pihak keluarga. Hal inilah yang dialami panca
pandawa, yang mempertaruhkan harta benda dan istrinya, sehingga seorang wanita
itu dianggap menderita karena tidak mampu dilindungi oleh suaminya. Sudah
sangat jelas bahwa seorang suami yang baik menurut manawa dharmasastra yakni
seorang suami yang mampu melindungi istri dan menjaga martabat keluarganya
secara utuh. Pada dasarnya perjudian merupakan hal yang bisa menyesatkan seseorang
hingga berpengaruh pada istri beserta
keluarga. Apapun yang bersifat material tidak akan pernah kekal atau abadi,
dapat pula menyebabkan penderitaan. Dalam manawa dharmasastra disebutkan
melalui sloka mengenai hal perjudian “dyutam
samahvayam caiva raja, rastrannivarayet, rajyanta karana vetau dvau dosau
prtihvi ksitam.” Artinya perjudian dan bertaruh supaya benar-benar
dikeluarkan dari wilayah pemerintahannya; kedua hal itu menyebabkan kehancuran
kerajaan dan putra mahkota. Menurut sloka tersebut benar adanya, ketika antara
pandawa dan kaurawa berjudi, itulah sumber kehancuran seluruh wangsa barata.
Pada dasarnya kita sebagai manusia memiliki sebuah pemahaman yang mendalam
mengenai etika,moral serta ajaran sastra sehingga hal yang negatif tidak
terjadi. Belajarlah darisastra dan sebisa mungkin mengaplikasikannya secara
benar.
Didalam RgVeda X.34.13 dijelaskan
melalui sloka “jaya tapyate kitavasya
hina, mata purasya caratah kva svit. Mava bibhyad dhanam icchamanah anyesam
astam upa naktameti” artinya : isteri seorang penjudi yang mengemabara
mengalami penderitaan yang mendalam didalam kemelaratan dan ibu seorang putra
yang berjudi semacam itu tetap dirundung derita. Dia yang dalam lilitan hutang
dan dalam kekurangan uang, memasuki rumah orang-orang lainnya diam-diam dimalam
hari. Analogi dari bunyi sloka tersebut adalah para pandava yang hingga
mempertaruhkan istrinya, membuat semua kluarga dan istrinya mengalami
penderitaan.
2. Nilai
Keadilan dan Kepemimpinan
Pandawa, yang hanya memiliki kerajaan
indraprasta tidak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh para kaurawa,yakni
kerajaan hastina pura ini mencerminkan ketidakadilan memperlakukan para
pandawa. Kecurangan para kaurawa juga tercermin dalam bermain dadu, sehingga
pandava telah ahbis mempertaruhkan segalanya. Dalam keadaan seperti ini
drtarastra tidak mampu menghentikan dan mengambil tindakan, karena beliau tidak
mampu menentang keinginan putranya yakni Duryodhana. Sebagai raja yang arif
bijaksana, seharusnya mengambil cara-cara kepemimpinan menurut nitisastra.
Seperti yang dicantumkan dalam reg Veda II. 6.2
yakni pemimpin adalah tempat kediaman keberanian dan kebijaksanaan.
Itulah hakikatnmya pemimpin yang baik, serta bisa mengambil jalan tengah bagi
kedua belah pihak yang mengalami permasalahan.
3. Nilai
Ketuhanan
Nilai Ketuhanan yang dapat saya
paparkan dari parva yang kedua ini, yakni
ketika kita mampu berpikir yang baik, berbuat yang baik, berbicara yang
baik maka kita akan merasa dekat dengan ajaran dharma. Pandava ibarat manusia
yang selalu menjalankan swadarmanya sebagai kstrya, dan mampu meredam amarah
dalam ruang sabha (tempat perjudian). Mereka yang berjalan diatas garis darma
akan mendapat perlindungan dari Tuhan. Dalam hal ini Tuhan yang selalu
mendampingi pandawa adalah dalam wujud Sri Krsna. Begitu pula, draupadi yang
setia memuja Tuhan, sehingga dia mendaptkan anugrah dari Tuhan, ketika pakaian
draupadi dilucuti oleh Dussasana. Ini berarti apabila kita berserah diri dan
memuja tuhan secara tulus dan iklas niscaya tuhan akan memberikan jalan saat
kita menemui suatu masalah. Sebaliknya tokoh duryodhana yang terkesan serakah
dan kejam, tidak akan pernah merasakan kebahagian dalam hidupnya, dia akan
selalu dirundung kegelisahan. Sri Krsna merupakan Tuhan yang berada pada
keadaan Saguna Brahman dalam wujud sebagai Avatara turun kedunia untuk
menghancurkan segala bentuk adarma atau kejahatan didunia ini. Dalam sabhaparva
ditekankan bahwa yang menonjol makna teologisnya adalah ketika draupadi
mendapat anugrah dari Tuhan, sehingga ia bisa terselamatkan dari penghinaan
para Kaurawa. Dapat disimpulkan bahwa siapapun yang mengamalkan darma,siapapun
yang mengamalkan ilmu pengahuan yang luhur maka manusia akan mencapai Tuhan.
4. Makna
filosofis yang terkandung dalam sabhaparva
Dari uraian kesepuluh sub bab dalam
sabhaparva diatas saya dapat mengkaji dari segi makna filosofisnya yakni ketika
setiap orang tidak dapat mengendalikan sad ripu yang ada dalam dirinya, maka
kekacauan terjadi dan menuju pada penderitaan panca pandava yang memmluk darma
selalu dilindungi oleh Sri Krsna sebagai wujud Tuhan. Dalam hal ini Tuhan
berwujud sebagai Avatara, selalu mengayomi, menjaga serta berpihak pada orang
yang berlandaskan atas darma karena dengan darma kita mampu mendekatkan diri
pada Tuhan dan akhirnyha mencapai pada Beliau. Kembali pada sad ripu, meskipun
panca Pandava dipihak yang baik tetapi mereka adalah sosok manusia yang belum
sepenuhnya bisa ,mengendalikan sad ripu sebab mereka menyetujui perjudian
meskipun selalu kalah hingga mempertaruhkan Draupadi. Kajian filosofis yang
dapat saya kemukakan yakni Draupadi
sebenarnya nerupakan perwujudan ibu pertiwi yang tidak boleh direndahkan dan
dilecehkan oleh siapapun. Ketika dussasana melucuti pakaian Draupadi itu adalah
bentuk penghinaan terbesar kepada ibu pertiwi. Draupadi yang dilindungi oleh
darma tidak akan pernah kalah oleh adarma. Bentuk ajaran Rwa Bhineda pun sangat
menonjol pada cerita ini, dimana baik dan buruk selalu berdampingan dalam
kehidupan umat manusia. Yudhisthira yang bijaksana merupakan cerminan bagi
seorang pemimpin yang arif san bijaksana, mampu mengambil keputusan yang tepat
dan adil sesuai dengan ajaran kepemimpinan dalam Veda yang disebut Nitisastra. oDalam
kehidupan ini, mencerminkan bahwa semua telah diatur oleh Tuhan, kita sebagai
manusia hanya mampu menjalani kehidupan ini, seperti halnya ajaran buddha bahwa
kehidupan ini sesungguhnya adalah penderitaan. Iri dan dengki yang dimiliki
oleh duryodhana akan membawa ia pada awidya atau kegelepan dalam hidupnya,
pandava yang sangat menjunjung tinggi darma akan selalu disinari oleh kebaikan.
Dan sang ibu pertiwi bagi pandava adalah dewi kunti dan dewi draupadi yang
harus mereka hormati, bukan mempermalukannya seperti yang dilakukan oleh
dusasana, adik doryodhana.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah dipapakarkan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kajian
filosofisnya yakni Draupadi sebenarnya merupakan perwujudan ibu pertiwi yang
tidak boleh direndahkan dan dilecehkan oleh siapapun. Ketika dussasana melucuti
pakaian Draupadi itu adalah bentuk penghinaan terbesar kepada ibu pertiwi.
Draupadi yang dilindungi oleh darma tidak akan pernah kalah oleh adarma.
2. Dalam
sabhaparva ditekankan bahwa nilai yang terkandung yakni nilai ketuhanan. Nilai
moral atau etika, keadilan dan pencerminan sifat-sifat atau karakter baik buruk
seseorang. Sabhaparva terdiri dari dua kata yakni sabha dan parva, sabha
merupakan ruang sidang , jadi dalam sabha parva ini ditekankan mengenai cerita
tentang diruang perjudian sang pandava dan kaurawa yang bermain dadu.
3.2
Saran
1.
Berdasarkan
simpulan di atas penulis berharap segenap orang yang membaca makalah yang
sederhana ini dapat mengkritisi materi-materi yang tersaji. Penulis menyarankan
pembaca mampu membaca referensi-referensi terkait permasalahan yang tersaji
dalam makalah ini. Jika memang tulisan dalam makalah ini salah atau menyimpang
dari koridor keilmuan yang berlaku, penulis sangat mengharapkan adanya masukan
yang bersifat kontruktif.
0 komentar:
Posting Komentar